CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, 30 April 2008

Renungan Hikmah

Menyelami Lautan Dakwah
Oleh. Gatot Harmoko S, S.S.I.

Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungi, menjernihkan pikiran kita dengan dzikir pada setiap detak jantung, juga pada setiap darah yang mengalir deras. Demi mempersiapkan bekal yang banyak untuk menaiki perahu-perahu dakwah, termasuk diantaranya: perencanaan dakwah yang matang, target dan tujuan yang jelas, memprediksikan waktu perjalanan yang akan kita tempuh, mengamati gejala–gejala tidak terduga, rekrutmen dan pengkaderan untuk membentuk pribadi-pribadi muslim berkualitas. Selain itu, kita mencoba mengatur navigasi kehidupan kita dengan kompas emosioana, intelektual dan spiritual, memberi minuman segar dan menghidangkan makanan yang lezat, nikmat dan halal, nan berkah bagi jasmani dan ruhani. Hal demikian itu adalah bagian dari keinginan besar kita untuk mencapai pantai kemenangan dakwah.
Setiap makhluk berhak untuk mendapatkan kadamaian dakwah dan hendaknya bagi yang berada diperahu kedamaian dakwah menunjukkan prestasinya sehingga mendapatkan peluang berkompetisi memenangkan “nobel perdamaian dakwah”. Tapi sayang ada sebagian musafir dakwah melakukan langkah-langkah dan ijtihad yang membawanya pada wilayah-wilayah konflik sehingga citra yang terbentuk adalah “kecurigaan“ bukan senyum perdamaian, lalu membuat perahu dakwah semakin terancam karam ditelan samudra ketidakadilan. Untuk itulah, diperlukan para nahkoda dakwah yang mampu mensinergikan berbagai kekuatan apa pun yang sesuai dengan konteks sosial masyarakat. Maka kerusakan pada perahu dakwah harus diperbaiki oleh orang yang mampu baik dari sisi kemampuan syar’i maupun kemampuan lainnya, sehingga kesalahan apa pun yang dilakukan oleh para penumpang dakwah dapat diminimalisir, seperti orang yang sangat lelah setelah menggerakkan perahu dakwah lalu terjatuh, dan tenggelam dalam gelapnya kefuturan, kepenatan dan membutuhkan cahaya iman, curahan nasehat dan suntikan motivasi dari sekitarnya, dimana hal ini oleh sebagian aktivis dakwah kadang dilupakan.
Sebagian para penumpang sedang asyik melihat lautan dakwah yang indah, merasakan hembusan angin kerinduan bertemu Sang Maha Pencipta, perahu dakwah pun semakin melaju meninggalkan daratan dengan berlayar taqwa, bertiang iman, bernahkoda ihsan, berbekal kekuatan do’a; dan bermesin semangat jiwa besar untuk terus bergerak mengarungi samudra lautan dakwah. Setelah itu, ia mengisahkan kepada para penghuni bahtera dakwah tentang daratan yang sedikit ditemukan pohon-pohon hijau ketawadlu’an, bukit–bukit cahaya kebaikan, gunung–gunung berpuncak salju keabadiaan. Perahu dakwah itu terlihat begitu perkasa ditengah pusaran umat manusia, dimana suatu saat para penumpang akan turun dari perahunya dan berenang di tengah lautan dakwah, lalu menyelaminya mencari mutiara–mutiara kehidupan, meminum asinnya air lautan kebudayaan, mengajak makhluk menuju permata hakikat, menggali harta karun pengetahuan yang terkubur dari generasi lalu. Namun, betapa banyak dari para penyelam yang tidak mampu bertahan dan menghadapi tekanan cobaan, ia pun kembali pada permukaan kejahiliyaan dan kelalaian, tapi ada juga yang bertahan pada perjuangan dakwah dan menyelaminya. Maka, mereka layak mendapat “gelar mulia” ( al-mustaghriquuna fii- bahri ad-dakwah ) bukan ( al-mutasaaqithuuna ‘alaa thuruqi ad-dakwah ) mereka berjuang fisabiilillah dan Allah swt mensyahidkannya didasar–dasar lautan dakwah dan disanalah kediaman yang tentram lagi damai disisi-Nya. Kemudian Allah swt menghidupkannya kembali dan mereka berada di istana–istana firdaus (baca: surga) - dengan segala perhiasannya dan pernak-perniknya - bersama dengan para bidadari; yang dibawah dan sekitarnya sungai–sungai mengalir dan taman pepohonan hijau yang rindang yang sahdu serta kicauan burung-burung yang merdu untuk menghibur dan melayani para penghuni tersebut.
Memang masih banyak cobaan yang ada dilautan dakwah. Namun, mengapa kita terkadang lupa menyelami lautan hati kita, kita laksana lilin yang hanya mampu menerangi kegelapan. Tetapi, diri kita terbakar; itu semua adalah perumpamaan agar kita berfikir dan berjalan menelusuri pesisir pantai hati kita, untuk membersihkan segala kotoran maksiat, karena dakwah ini adalah risalah yang suci, maka kita pun sebagai pembawanya haruslah suci. Oleh karena itu, kita harus memulai dari diri sendiri ( ibda binnafsik ) yang terus berproses untuk menjadi pribadi–pribadi unggul baik dari sisi intlektual, emosional, spritual, fisik dan sosial. Sehingga dakwah yang kita sampaikan adalah dakwah yang berbobot, bermakna, berkualitas dan penuh cahaya ilmu bukan dakwah kosong yang hanya men-taqlid buta tanpa pemahaman yang mendalam, karena setiap langkah kita merupakan ekspresi dari apa yang kita pahami dan yakini dari teks–teks Al-Quran dan As-Sunnah dan juga teks lainnya. Dakwah yang mengkristal dengan kilauan keimanan kita yang terpancar. Dan bila diumpamakan ia sebagai produk maka kita adalah manager marketingnya yang harus mengemas produk dakwah dengan kemasan yang menarik dan simpatik; punya ciri khas dan cita rasa tersendiri; manajemen pemasaran produk–produk dakwah ketengah masyarakat harus profesional, sehingga bisa diterima oleh banyak orang. Dan pada akhirnya, nilai–nilai Islam pun tertanam pada setiap jengkal bumi Allah Swt. Bukankah tersebarnya dakwah Islam ke Indonesia adalah salah satunya melalui muamalah yang baik dan santun dari para saudagar dakwah.
Saudaraku, kita berusaha terus menerus untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt; karena kita milik-Nya; semua kekuatan ada padanya; kita hanya penyampai seruan-Nya, semoga dengan kedekatan kita kepada-Nya; maka kemenangan–kemenangan dakwah bisa kita realisasikan, semoga cobaan–cobaan seperti banjir futur, hasad, dengki, ghibah, amarah, dan persoalan hijab serta cobaan lainnya, kita bisa bendung dengan ber-taqarub kepada-Nya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh As-Syahid Dr. Abdullah Azzam:, ‘ Orang yang biasanya terkena penyakit futur karena banyak melakukan maksiat kepada Allah Swt.” Ya … Allah Kokohkan dan kuatkanlah langkah-langkah kaki dan hati–hati kami dalam menyelami lautan dakwah ini…! Wallahu’alam

OSIS Divisi ICT

0 komentar:

Jakarta Islamic Boy Boarding School In View